Kalau mau main jujur-jujuran, Syi’ah Rafidhah paling benci pada Salafy, atau yang biasa sebagian orang sebut ‘Wahabi’, atau yang kini malah dituduh sebagai ‘Takfiry’, atau yang sebagian ulama Rafidhah sebut sebagai ‘Bakry’, atau ‘Umary’, atau ‘Nashiby. Ketiga sebutan terakhir lebih condong dimutlakkan pada keumuman Ahlus Sunnah (istilah umum, mencakup seluruh aliran non-Ahlusy-Syi’ah).
Dan kalau mau main jujur-jujuran, di antara aliran-aliran yang ada dalam kontemporer Islam, yang sebenarnya paling dekat dengan aliran Syi’ah Rafidhah (entah sengaja atau tidak) adalah aliran Tasawwuf; yakni jenis keumuman Tasawwuf yang bergelimang dengan ritual-ritual baru bahkan keyakinan batil.
Keseragaman Rafidhah dan Tasawwuf ada di beberapa gambaran. Mulai dari suka main macam-macam ke kuburan, berlebihan dalam mengagungkan para imam atau wali, glamour dalam masalah hadits-hadits palsu, berbangga dengan kebid’ahan (yang katanya sebagian bid’ah adalah hasanah), mendahulukan tradisi nenek moyang yang tak valid dalam agama dibandingkan dalil yang valid dalam agama, hingga dari segi perlawanan terhadap apa yang disebut kini aliran ‘Salafy’, atau ‘Wahabi’ (kata mereka), atau sebutan lainnya.
Tentu banyak yang tidak terima Salafy disebut Ahlus Sunnah.
Tentu mereka tidak terima Salafy disebut Salafy, tetapi ‘Wahabi’ instead.
Tidak cukup dengan perendahan itu, maka tambahlah dengan sebutan ‘Takfiry’, ‘Khawarij’, ‘Bakry’, ‘Umary’, ‘Nashiby’ dan seterusnya. Yang penting: Salafy tidak boleh disebut Salafy. Ya sudah, silahkan.
Kenapa Syi’ah Rafidhah Paling Benci Pada Salafy?
Syi’ah Rafidhah adalah aliran yang di belakang berdusta, di depan berpura-pura. Betapa tidak, bukankah taqiyyah alias berdusta adalah salah satu asas agama penganutnya? Karena itu, ulama mereka tanpa bergelar akademik formal pun, sebenarnya sudah bergelar profesor dalam bidang dusta dan pura-pura. Di antara kedustaan: memalsukan hadits, memelintir nash, menambah surat dalam Al-Qur’an dan masih banyak lagi.
Keaslian aqidah Rafidhah adalah borok, dan kesungguhan ritual Rafidhah adalah buruk. Namun, keduanya ditutupi mukena putih kebaikan. Covernya ‘Cinta Ahlul Bait’, atau semacamnya.
Dan Salafy -main jujur-jujuran- adalah aliran satu-satunya (ya, satu-satunya) yang paling konsisten membuka mukena-mukena mereka. Tampaklah keburukan aslinya wajah-wajah mereka.
Individu atau golongan yang tidak berintisab dengan Salaf mungkin tidak terima dengan paragraf sebelum ini. Mereka akan menggugatnya. Silahkan menggugat, tapi buktikan sekarang: ‘Aliran apa sekarang yang paling konsisten membuka borok-borok Syi’ah? Aliran Anda sendiri? Buktikan seberapa banyak dan seberapa konsisten!’ Gugatan mereka terhadap kenyataan ini bukan karena ini bukan kenyataan, melainkan karena:
- Mereka sudah terlanjur sinis dengan yang disebut Salafy, atau:
- Mereka tahu golongan mereka sendiri lesu sangat dalam memerangi Syi’ah, atau malah jangan-jangan:
- Mereka tahu bahwa beberapa tokoh atau awam dari golongan mereka malah main mata dengan Syi’ah.
Nah, karena ‘Salafy’ (atau biasa mereka sebut ‘Wahabi’ saking tidak terimanya) rajin membongkar syubhat atau kekufuran Syi’ah Rafidhah, maka ia menjadi aliran yang paling paling dibenci.
Andai, andai saudara-saudara kita dari Ikhwanul Muslimin -misalnya-, adalah golongan yang paling menonjol dan nomor wahid dalam memerangi Syi’ah, pasti Syi’ah akan menjadikan IM sebagai pusat kebencian. Tetapi, karena itu tidak terjadi alias hanya permisalan saja di status ini, maka tidak terjadi. Dan semoga kita semua dapat bersama-sama bekerja sama belajar bersama mulai dari perkara kecil hingga besarnya agar dapat membentengi diri dan kaum muslimin dari Syi’ah Rafidhah, tidak peduli entah dia ternisbatkan pada Salaf, atau Ikhwan, atau Muhammadiyyah, atau Nahdliyyah, atau Persis, atau apapun itu namanya.
Ketika Tersingkap, Seketika Mengamuk
Jika orang jahat tersingkap kejahatannya, setelah berlarut tersembunyikan ia, maka orang jahat tersebut akan mengamuk, atau minimal melawan. Dan orang yang paling dia lawan sungguh-sungguh adalah orang yang paling menyingkap kejahatannya.
Begitu pula dengan Rafidhah, aliran yang bawahnya, atasnya, asasnya dan cabangnya penuh dengan virus-virus bid’ah, khurafat dan kufur. Mereka tidak bisa menyingkap kejahatan Ahlus Sunnah karena pada dasarnya Ahlus Sunnah tak punya kejahatan. Ahlus Sunnah (kita semua -alhamdulillah-) pada dasarnya mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah tanpa menganggap ada kemakshuman terpatri pada siapapun setelah wafatnya Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Begitu pula dengan pemuja kubur, atau golongan yang sedari dahulu dekat sekali (atau bahkan sudah terlanjur basah tenggelam dalam) syubhat kebid’ahan bahkan kesyirikan. Ketika diberikan pada mereka bayaan dan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari kalam Allah, kalam Rasul, dan juga kalam para ulama pengikut kalam keduanya, dengan pemahaman generasi terbaik atau pengikut murni generasi terbaik, tiba-tiba mereka kesurupan. Yang tadinya tak pernah membaca kitab tebal dan merasa cukup dengan kitab Muqarrar golongannya, tiba-tiba jadi rajin baca kitab-kitab tebal. Bukan mencari kebenaran tujuannya, melainkan mencari-cari bagaimana kebenaran itu bisa sesuai hatinya.
Karena itu, seorang teman, yang mengetahui dengan baik beragam permasalahan antara kedua kutub atau kedua kubu tersebut, berkata, “Kehadiran Salafy ada keberkahan tersendiri. Jadi, teman-teman kami tiba-tiba mulai menelaah kitab-kitab besar. Andai golongan semacam Salafy tidak ada, tetaplah kami seperti ini.”
Sebenarnya penisbatan terhadap Salafy itu bukan hak khusus bagi orang-orang khusus dari golongan khusus; melainkan untuk siapapun dari kaum Muslimin yang sadar dan memang berusaha mengikuti jejak kaum salaf yang diwartakan oleh Nabi kita sebagai sebaik-baik generasi. Siapapun, dari manapun. Jikalau ada seorang yang sudah berusaha menujunya dan berjalan di atas jalur tersebut tergelincir sesekali, maka siapalah kita tak pernah tergelincir.
Dan, untuk mengikuti manhaj Salaf, Anda tidak harus ikut organisasi khusus, mencatat nama, harus berteman dengan orang tertentu dan harus punya logo tertentu. Anda hanya diwajibkan untuk berusaha mengetahui (mengilmui) nya, mengamalkannya, mendakwahkannya. Klaim ‘saya adalah Salafy’ tidaklah wajib dan tidaklah pula terlarang. Yang terlarang adalah klaimnya saja, padahal tiada usaha. Dan apalah arti klaim atau apalah arti dianggap sebagai ‘Salafy’ jika ternyata keseharian kita tak mencerminkannya?!
Namun, jika seseorang ingin menjadi seorang pro-Syi’ah, ia tak harus berikrar pula bahwa ia adalah seorang Syi’ah. Cukuplah menjadi simpatisan. Cukuplah membela Basyar Asad atau membela ulama yang membela Basyar Asad. Cukuplah juga Anda sinis terhadap suatu golongan karena kesinisan mereka terhadap Syi’ah.
Karena, untuk membela Syi’ah Rafidhah, tidak harus menjadi pemeluknya. Jadilah simpatisannya.
Jadi, tidak semua orang yang terkesan membela Syi’ah Rafidhah lantas layak disebut sebagai orang Syi’ah. Karena mungkin saja ia hanya simpatisan yang tidak tahu apa-apa tentang Rafidhah sementara hatinya memang menginginkan tidak ada pertengkaran. Yang semacam ini, kita selalu doakan kebaikan padanya dan semoga Allah berikan ilmu padanya dan pada kita untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil. Namun, adakalanya simpatisan Rafidhah itu sebenarnya tahu kegilaan aliran kufur tersebut, namun disebabkan hiqd (kedengkian) atau intiqaam (dendam) atau memang ghill (kebencian) terhadap aliran Salafy, maka yang seperti inilah yang disukai oleh ulama-ulama Rafidhah, sehingga saya pernah mendengar seorang dari mereka berkata (melalui rekaman yang tak jauh dari ini maknanya):
“Di antara masyarakat Sunni, ada orang yang asalnya bukanlah orang kami (Syi’ah), namun mereka membantu dan membela kami di hadapan orang-orang Sunni. Merekalah sebenar-benar orang Syi’ah!”
Islampos.com